Selasa, 16 November 2010

Nasihatilah Manusia Walaupun Engkau Seorang Pendosa

Sumber : Taman Ulama

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..
Bismillahi rahmanirahiim..
Insha Allah.. Mari sama-sama kita nasihat-menasihati!
Bangunlah wahai diri!
Hiduplah wahai HATI!
Astaghfirullahal'azim..





Mungkin ada sebahagian orang yang tidak tergerak hatinya untuk menasihati manusia, kerana ia merasa banyak melakukan dosa dan tidak layak untuk mengucapkan ucapan kebaikan kepada sesama manusia.

Pandangan seperti itu adalah keliru dan bahayanya sangat besar, serta akan membuat syaitan gembira. Betapa tidak, kerana jika mesti menunggu sampai seseorang bersih dari dosa baru ia layak menasihati manusia, maka tidak ada seorangpun di muka bumi yang layak memberi nasihat setelah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam tercinta.

Sebagaimana dikatakan seorang penyair:

إذا لم يعظ في الناس من هو مذنب
فمن يعظ العاصين بعد محمد

“Apabila seorang pendosa itu tidak menasihati manusia,
Maka siapakah yang akan menasihati orang-orang yang berdosa setelah Nabi Muhammad kita”.

Sa’id bin Jubair berkata: “Apabila seseorang tidak memerintahkan kepada kebaikan dan tidak pula mencegah dari yang munkar, hingga ia menunggu dirinya bebas dari kesalahan, maka tidak akan ada seorangpun yang memerintahkan kepada kebaikan dan tidak pula mencegah dari yang munkar”.

Imam Malik setelah mendengar perkataan Sa’id bin Jubair berkata: “Benar apa yang dikatakan Sa’id. Siapakah yang tidak memiliki sedikitpun dosa dalam dirinya?”.

Al-Hasan berkata kepada Mutharrif bin ‘Abdillah: “Berilah nasihat kepada sahabat-sahabatmu”. Mutharrif menjawab: “Sesungguhnya aku takut mengatakan apa yang tidak aku kerjakan”.

Al-Hasan berkata lagi: “Semoga Allah merahmati dirimu. Tidak ada seorangpun di antara kita yang melakukan semua yang diperintahkan Allah. Syaitan akan gembira apabila kita berfikir seperti itu sehingga tidak ada seorangpun yang memerintah kepada kebaikan dan tidak pula mencegah dari kemungkaran”.

Berkata Ibnu Hazm: “Apabila orang yang mencegah dari perbuatan keji mesti orang yang tidak memiliki kesalahan, dan orang yang memerintah kepada kebaikan mesti orang yang selalu mengerjakan kebajikan, maka tidak ada seorangpun yang mencegah dari yang mungkar dan tidak ada seorang pun yang mengajak kepada kebaikan setelah Nabi Muhammadsallallahu ‘alaihi wa sallam.”

(Semua nukilan diatas dapat ditemukan dalam kitab al-Jami’ li Ahkamil Quran: 1/367, al-Qurtubi).

Imam Nawawi berkata:
“Para ulama menyatakan bahawa tidak disyaratkan pada orang yang memerintah kepada kebaikan atau orang yang mencegah dari kemungkaran untuk mencapai kesempurnaan dalam segala hal. Tapi, ia mesti tetap mengajak kepada kebaikan walaupun ia memiliki kekurangan dalam hal yang ia ajak kepadanya, dan ia tetap mencegah kemungkaran walau ia terkadang mengerjakan apa yang ia cegah. Kerana sesungguhnya wajib pada dirinya dua perkara iaitu : mengajak dirinya sendiri ke arah kebaikan dan mencegah dari kemungkaran; dan mengajak orang lain ke arah kepada kebaikan dan mencegah mereka dari yang mungkar. Tidak boleh ia melalaikan salah satu dari dua perkara tersebut”.
(Syarah Sahih Muslim: 2/23, An-Nawawi).

Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu saling menasihati dalam kebaikan.

Ahad, 14 November 2010

Most Important Belief.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..
Bismillahirahmanirahiim..
Insha Allah..


Consequences of Iman

by: Dr Suhaib Hasan




A student studies hard for his final examinations, researching in libraries, practicing past papers and revising his notes because he wants a university degree that will help advance his career.

A businessman invests much of his time, energy and money into a commercial venture in the hope of large profits in the future.

A farmer ploughs his land, sows it, waters it and tends it regularly in the hope of a good harvest.

They all know that success does not come down on a plate but has to be achieved through hard work. Man does certain things in life for certain results, and he avoids other acts because of their consequences.

An adult will not put his hand into a naked flame because he knows that fire burns, but a child will do so as he is unaware of the consequences.

The most important Belief and Knowledge that should dictate our actions is that Allah Almighty exists, that He is the Creator and Provider, and that none can benefit nor harm us except with His permission.

If a person's Iman (faith) in Allah is firm and unyielding, he will be able to direct all his worship and obedience to Allah and will feel no fear of false deities or worldly powers.

Consider the encounter of Pharaoh's court magicians with Prophet Musa as described in the Quran. Before meeting the Prophet, they pleaded with Pharaoh for a substantial reward were they to defeat Musa in a duel using magic. "So the sorcerers came to Pharaoh and said, 'Of course we shall have a suitable reward if we win.' " (Surah Al A'raaf 113)


Pharaoh accepted their plea and promised them not only a reward but also positions at court. When the encounter with Musa began, the magicians realized quickly that while their own display was simple magic, Musa's display was extraordinary and much more than any human could conjure up. So overawed were they by Musa's miracles that they all fell down in sajda saying, "We believe in the Lord of the Worlds. The Lord of Musa and Harun." (Surah Ta Ha, 70)


Pharaoh was stunned by their declaration of faith in Allah and shouted:

"Have you believed in Him before I gave you permission? ... Be sure, I will cut off your hands and your feet on opposite sides, and then I will crucify you on trunks of palm trees. So shall you know which of us can give the more severe and lasting punishment." (Surah Ta Ha, 71)


These threats did not frighten the magicians. These men who had just been begging Pharaoh for more gold coins now became so fearless because of their faith in Allah that they answered him back easily.

"Never shall we prefer you over the Clear Signs that have come to us and Him who has created us. So decree whatever you wish to decree. For you can only decree concerning the matters of this world. We have believed in our Lord; may He forgive us our faults and the magic to which you did compel us, for Allah is the Best and forever abiding." (Surah Ta Ha, 72-73)


Source: WorldOfIslam

Khamis, 4 November 2010

Akhlak dalam berdakwah

SUMBER: AL-FANSHURI

Guru Mulia, Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz ibn Syeikh Abu Bakar bin Salimحفظه اللهmenyebut di dalam pelajarannya tentang dakwah kepada pelajar-pelajar di Darul Zahra`, sebagaimana yang terhimpun di dalam kitab Irsyadul Da’iyati.

…… Dakwah memerlukan mujahadah. Mujahadah untuk mendidik jiwa agar bersabar dan teguh, agar kembali kepada Allah, meneladani Nabi صلى الله عليه وآله وسلم, menyampaikan nasihat, berhijrah, bersikap murah hati dan mengutamakan orang lain. Setiap jenis mujahadah memerlukan pembahasan tersendiri.

Kita harus mengetahui sejarah orang-orang dahulu yang hidup sebelum kita. Dahulu Imam ‘Alwi bin Syihabuddin رحمه الله [beliau adalah datuk kepada Habib ‘Abdullah BinSyihab. Wafat di Tarim pada 12 Ramadhan 1386H] dan Habib ‘Abdullah bin Umar asy-Syathiri رحمه الله [beliau adalah ayahanda kepada Habib Salim Asy-Syathiri. Menjadi pengasuh atau pemimpin rubath Tarim selama lebihkurang 50 tahun. Wafat di Tarim pada 29 Jumadil Ula 1361H]sering di ganggu masyarakat. …….

Kisah: …… Habib ‘Abdulah bin Umar asy-Syathiri رحمه الله tatkala berwudhu selalu mengamalkan sunnah-sunnahnya. Suatu hati, ketika beliau sedang berwudhu di jabiyah Masjid Ba’alawi, seorang lelaki tua menganggap wudhunya terlalu lama.

Was-was apakah ini? Kau membuat kami menunggu terlalu lama! Kata lelaki tua itu. Dia lalu membuka pintu jabiyah, masuk ke dalamnya. Keluar dari sini! Bentak lelaki tua itu seraya membuang pakaian Habib ‘Abdulah bin Umar asy-Syathiri رحمه الله , sedangkan Habib ‘Abdulah bin Umar asy-Syathiri رحمه الله belum selesai berwudhu. Lalu Habib ‘Abdulah bin Umar asy-Syathiri رحمه اللهsegera mencapai pakaiannya dan segera pulang ke rumah untuk menyempurnakan wudhunya. Sesampainya beliau kerumahnya, dia berfikir, “Hari ini aku telah melukai hati seseorang di Tarim. Ini adalah ‘aib bagiku. Aku tidak boleh menyusahkan orang.”

Cuba perhatikan, jika ada seseorang membuang pakaian kalian dan berkata seperti di atas, apa yang kalian lakukan? Apa yang kalian ucapkan? Apa kalian akan bersikap sopan kepada orang tua yang membuang pakaian kalian, seraya berkata wahai orang yang tidak beradab!? Apa yang kalian akan ucapkan? Apakah kalian akan mendatanginya [orang tua tersebut] dan meminta maaf?

Kalian akan berkata bahawa, orang tua itu pemarah. Sebab, kalian tidak punya adab, tidak punya akhlaq, tidak punya iman. Jika kalian beradab, tentu kalian akan berkata: “Aku telah menyusahkan hati orang tua ini. Perbuatan ini haram bagiku.”

Habib ‘Abdulah bin Umar asy-Syathiri رحمه الله merenung di rumahnya: Bagaimana aku boleh melukai hati orang tua itu. Aku tidak sepatutnya dan tidak boleh berbuat demikian. Sekarang aku harus pergi ke rumahnya, merendahkan diriku di hadapannya serta meminta maaf dan doa kepadanya.”

Beliau kemudiannya mengunjungi lelaki tua itu, mengetuk pintu rumahnya. “Siapa?” Tanya lelaki tua itu. “Abdullah bin Umar asy-Syathiri” Jawab beliau. “Masuklah!” Pelawa lelaki tua itu.“Selamat datang wahai anakku! Apa yang membuatmu datang kemari?” ujar lelaki tua itu.

“Wahai Habib! Aku telah beradab buruk kepadamu dengan sikap was-was dan lambat di tempat wudhu sehingga kau terganggu. Terimalah kekurangaku ini. Aku datang untuk memohon maaf. InsyaAllah, aku tidak akan mengulanginya lagi.”

Mendengar penjelasan tersebut, orang tua itu menangis seraya berkata: “Wahai anakku! Akulah yang kurang adab. Akulah yang kurang ajar kepadamu. Kau adalah seorang ‘alim yang meng’amalkan ilmunya. Kau meng’amalkan sunnah-sunnah wudhu dan kau tidak memilki kekurangan.”

Inilah akhlaq! Beginilah seharusnya sikap seorang dai [pendakwah].

Orang tua itu akhirnya mendoakan dan mengakui kedudukan Habib ‘Abdulah bin Umar asy-Syathiri رحمه الله. Dan beliau keluar dari rumahnya dengan keuntungan besar. Imam ‘Alwi bin Syihabuddin dan Habib ‘Abdulah bin Umar asy-Syathiri رحمهما الله adalah orang-orang hidup di akhir zaman ini…….”



Because he is a Muslim..

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

Bismillahirahmanirahiim..

Insyaallah..


It is narrated on the authority of Abu Huraira that the Messenger of Allah (may peace be upon him) said: Islam initiated as something strange, and it would revert to its (old position) of being strange. so good tidings for the stranger.

[Muslim]



Related Posts with Thumbnails